Tuesday, January 17, 2012

ASAS-ASAS DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN KONSELING


ASAS-ASAS DAN PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN KONSELING





(Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Konseling)
Dosen: Sugiyatno, M.Pd.

Disusun oleh:
1. Marina Ramadani 09312241005
2. Miftakhul Riska Fathimah 09312241010
3. Andi Wibowo 09312241021
4. Duria Fikasari 09312241022
5. Leily Fatonah 09312241043
6. Dyah Ana Rahmayani 09312241044
7. Kurnia Dewi Saputri 09312241048


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling
Asas berarti dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat), dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi), dan hukum dasar. Prinsip berarti asas (kebenaran yg menjadi pokok dasar berpikir, pedoman bertindak), dan  dasar. (http://www.artikata.com/arti-319710-asas.html)
Asas-asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, sedangkan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. (Tidjan dkk, 2000: 15)

B. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan hasil-hasilnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselenggara dengan baik, sangat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan. Sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan dan konseling itu sendiri. Asas-asas yang dimaksud tersebut antara lain:
1. Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan  klien (peserta didik) kepada konselor (guru pembimbing) tidak boleh disampaikan kepada orang lain, atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak diketahui oleh orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan klien, sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati klien dan para calon klien. Mereka takut meminta bantuan sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi bahan gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah pelayanan bimbingan dan konseling ditangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.
2. Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak si terbimbing atau klien maupun dari pihak konselor. Klien diharapkan secara sukarela dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor. Konselor hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
3. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, tetapi juga diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri, sehingga dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan klien dapat dilaksanakan. 
Keterusterangan dan kejujuran klien akan terjadi jika klien tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan. Maksudnya, klien telah betul-betul mempercayai konselornya dan benar-benar mengharapkan bantuan dari konselornya. Lebih jauh keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu bahwa konselornya terbuka.
Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri, sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (konselor) dan keduanya mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan ketersediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang bersuasana seperti itu masing-masing pihak bersifat transparan (terbuka) terhadap pihak lain. 
4. Asas Kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang dirasakan bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami dimasa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masalah lampau dan/atau masalah yang akan datang yang perlu dibahas dalam upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu, pembahasan tersebut hanyalah merupakan latar belakang dan/atau latar depan dari masalah yang dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat terselesaikan. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah “apa yang perlu dilakukan sekarang”, sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih. Konselor harus mendahulukan kepentingan klien daripada yang lain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak memberikan batuannya kini, maka konselor harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk kepentingan klien. 
5. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan klien dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.
b. Menerima diri sendiri secara positif dan dinamis.
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses konseling dan hal itu disadari baik oleh konselor maupun klien. 
6. Asas Kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang berarti bila klien melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah membangkitkan semangat klien, sehingga klien mampu dan mau melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
  Asas ini merujuk pada pola konseling “multidimensional” yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dengan konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara, yaitu klien mengalami proses konseling dan aktif pula melaksanakan atau menerapkan hasil-hasil konseling. 
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar klien yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/ kegiatan bimbingan. Dalam hal ini konselor perlu mendorong klien untuk aktif dalam setiap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya
7. Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekedar mengulang hal yang lama, yang bersifat menonton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaharuan, suatu yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki. Asas kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat pada dan menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayanan (klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang, serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan berbagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi, dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Hendaknya aspek layanan yang satu jangan sampai tidak serasi dengan aspek layanan yang lain.
Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya layanan bimbingan dan konseling.   
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara konselor dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/ negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi dan layanan harus sesuai dengan norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan. Bukanlah layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat dipertanggungjawabkan jika isi dan pelaksanaannya tidak berdasarkan norma-norma yang dimaksudkan itu.
Ditilik dari permasalahan klien barangkali pada awalnya ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar norma tertentu), tetapi justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada lebih bersesuaian dengan norma. Lebih jauh, layanan  meningkatkan kemampuan klien memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian
Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik, dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu dapat dicapai keberhasilan pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan itu. 
Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling secara baik. Keprofesionalan konselor harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alihtangan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, tetapi individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Disamping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling hanya mengenai masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. Hal yang terakhir itu secara langsung mengacu kepada bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-individu yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani maupun rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-masalah kriminal maupun perdata.
Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain, dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/ praktik dan lain-lain.
12. Asas Tut Wuri Handayani
Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada klien untuk maju. Demikian juga segenap layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu. 
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso”.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan menghadap pada konselor saja, tetapi diluar hubungan proses bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya manfaat pelayanan bimbingan dan konseling itu.
Selain asas-asas tersebut saling terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu, yang satu tidak perlu dikedepankan atau dikemudiankan dari yang lain. Begitu pentingnya asas-asas tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling akan tersendat-sendat atau bahkan berhenti sama sekali. (Priyatno, 2004: 114-120)

C. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.  
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, dan penyelenggaraan pelayanan. Beberapa prinsip bimbingan dan konseling dari berbagai sumber antara lain: (Priyatno, 1994: 220-223)
1. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah peserta didik (individu-individu), baik secara perseorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sangat bervariasi, misalnya dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatannya, keterikatannya terhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainnya. Berbagai variasi itu menyebabkan individu yang satu berbeda dari yang lainnya. Masing-masing individu adalah unik. Secara lebih khusus, yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah perkembangan dan perikehidupan individu, tetapi secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya. Sikap dan tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi diri sendiri, serta kondisi lingkungannya. Variasi dan keunikan individu, aspek-aspek pribadi dan lingkungan, serta sikap dan tingkah laku individu dalam perkembangan dan kehidupannya itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a. Bimbingan dan konseling melayani individu, tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku individu yang terbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks dan unik. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan dan konseling perlu menjangkau keunikan dan kekompleksan pribadi individu.
c. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.
d. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu mengandung faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada pola-pola tingkah laku yang tidak seimbang. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian individu terhadap segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan berbagai aspek perkembangan individu.
e. Meskipun individu yang satu dengan yang lainnya adalah serupa dalam berbagai hal, perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam rangka upaya yang bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan kepada individu-individu tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja, ataupun orang dewasa.  
2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selalu positif. Faktor-faktor yang pengaruhnya negatif akan menimbulkan hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan masalah tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang timbul sangat bervariasi. Secara ideal pelayanan bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani masalah klien secara terbatas. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu adalah:
a. Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap dan bidang perkembangan dan kehidupan individu, tetapi bidang bimbingan pada umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya dirumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan  terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b. Keadaan sosial, ekonomi, dan politik yang kurang menguntungkan merupakan faktor salah satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut perhatian seksama dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.
3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan secara insidental  maupun terprogram. Pelayanan insidental diberikan kepada klien-klien yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal) kepada konselor untuk meminta bantuan. Konselor memberikan pelayanan kepada klien secara langsung pula sesuai dengan permasalahan klien pada waktu mereka itu datang. Konselor memang tidak menyediakan program khusus untuk mereka. Klien-klien insidental seperti itu biasanya datang dari luar lembaga tempat konselor bertugas. Pelayanan insidental itu merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan praktek pribadi.
Untuk warga lembaga tempat konselor bertugas, yaitu warga yang pemberian pelayanan bimbingan dan konselingnya menjadi tanggung jawab konselor sepenuhnya. Konselor dituntut untuk menyusun program pelayanan. Program ini berorientasi kepada seluruh warga lembaga itu (misal sekolah atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang mungkin timbul dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan, rentangan dan unit-unit waktu yang tersedia (misalnya caturwulan, atau semester, atau bulan), ketersediaan staf, kemungkinan hubungan antarpersonal dan lembaga, kemudahan-kemudahan yang tersedia, dan faktor-faktor lainnya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan di lembaga tersebut. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program layanan bimbingan dan konseling itu adalah seebagai berikut:
a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pengembangan. Oleh karena itu, program pengembangan bimbingan dan konseling harus disusun dan dipadukan sejalan dengan program pendidikan dan pengembangan secara menyeluruh.
b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu, dan masyarakat.
c. Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan diselenggarakan secara berkesinambungan kepada anak-anak sampai dengan orang dewasa. Disekolah misalnya, dari jenjang pendidikan taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
d. Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan penialian yang teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat yang diperoleh, serta mengetahui kesesuaian antara program yang direncanakan dengan pelaksanaannya.
4. Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan layanan
Pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling (baik yang bersifat insidental maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan layanan. Tujuan ini, selanjutnya diwujudkan melalui proses tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli di bidangnya, yaitu konselor profesional. Konselor yang bekerja di suatu lembaga yang cukup besar (misalnya sebuah sekolah), sangat berkepentingan dengan peyelenggaraan program-program bimbingan dan konseling secara teratur dari waktu ke waktu. Kerja sama dari berbagai pihak, baik didalam maupun diluar tempat konselor bekerja perlu dikembangkan secara optimal. Prinsip-prinsip berkenaan dengan hal tersebut adalah:
a. Tujuan akhir bimbingan dan konseling adalah kemandirian setiap individu. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien agar mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapai setiap kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya.
b. Dalam proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan oleh klien hendaklah atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari konselor.
c. Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus ditangani oleh (dan kalau perlu dialihtangankan kepada) tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan khusus tersebut.
d. Bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Oleh karen itu, dilaksanakan oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling. 
e. Guru dan orang tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh kerana itu, kerja sama antara konselor dengan guru dan orang tua sangat diperlukan.
f. Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan. Oleh karena itu, keduanya harus mengembangkan peranan yang saling melengkapi untuk mengurangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang ada pada lingkungan individu.
g. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan sejauh mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan penilaian terhadap individu hendaknya dilakukan, dan himpunan data yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu dikembangkan dan dimanfaatkan dengan baik. Dengan pengadministrasian instrument yang benar-benar dipilih dengan baik, data khusus tentang kemampuan mental, hasil belajar, bakat dan minat, dan berbagai ciri kepribadian hendaknya dikumpulkan, disimpan, dan dipergunakan sesuai dengan keperluan.
h. Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu dengan lingkungannya.
i. Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling hendaknya diletakkan dipundak seorang pimpinan program yang terlatih dan terdidik secara khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling, bekerja sama dengan staf dan personal, lembaga ditempat bertugas dan lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang program bimbingan dan konseling.
j. Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang berjalan. Kesuksesan pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-sikap yang berkepentingan dengan program yang sedang disediakan (baik pihak-pihak yang melayani maupun yang dilayani), dan perubahan tingkah laku klien yang pernah dilayani. (Prayitno & Erman Amti, 2004: 218-223)
Menurut Tidjan dkk, prinsip-prinsip bimbingan dan konseling dapat dijabarkan menjadi prinsip-prinsip umum dan prinsip-prinsip khusus, yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip umum
a. Dasar bimbingan dan konseling tidak dapat terlepas dari dasar pendidikan dan dasar negara dimana bimbingan dan pendidikan itu berada di dasar bimbingan dan konseling adalah Pancasila, yang merupakan dasar falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia.
b. Tujuan bimbingan dan konseling tidak terlepas dari tujuan pendidikan pada umumnya hingga tujuan bimbingan adalah membantu tercapainya tujuan pendidikan.
c. Fungsi bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan maupun pengajaran, sehingga langkah bimbingan dan konseling harus sejalan dengan langkah-langkah pendidikan.
d. Bimbingan dan konseling diperuntukkan semua individu normal tidak terbatas umur.
e. Bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada individu dalam proses perkembangannya.
f. Bimbingan lebih mengutamakan segi-segi preventif, disamping usaha-usaha yang bersifat korektif, kuratif, maupun preservatif.
g. Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbing.
h. Bimbingan diberikan secara profesianal, yaitu diberikan oleh orang-orang yang betul-betul ahli dibidangnya dan dilaksanakan secara ilmiah sesuai dengan prosedurnya.
i. Bimbingan diberikan untuk membantu individu untuk dapat menyatakan dirinya dan mengaktualisasikan dirinya, sehingga akhirnya dapat membimbing dirinya sendiri.
j. Bimbingan adalah individualisasi dan sosialisasi dalam pendidikan.
k. Bimbingan diberikan sesuai dengan kode etik bimbingan dan konseling.
l. Program bimbingan harus senantiasa diadakan penilaian teratur untuk mengetahui sampai dimana hasil dan manfaat yang diperoleh.
2. Prinsip-prinsip khusus 
Terhadap prinsip-prinsip ini seperti yang telah digariskan oleh Pedoman Pelaksanaan Kurikulum tahun 1975 Buku III C adalah sebagai berikut:
a. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu yang dibimbing (siswa).
1) Layanan bimbingan harus diberikan kepada semua siswa.
2) Harus ada kriteria untuk mengatur prioritas pelayanan bimbingan kepada siswa tertentu.
3) Program bimbingan harus berpusat pada siswa.
4) Pelayanan bimbingn harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu yang bersangkutan secara serba ragam dan serba luas.
5) Keputusan terakhir dalam proses bimbingan ditentukan oleh individu yang dibimbing.
6) Individu yang mendapat bimbingan harus berangsur-angsur harus dapat membimbing dirinya sendiri.
b. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu yang memberikan bimbingan (konselor atau guru pembimbing).
1) Petugas-petugas bimbingan harus melakukan tugasnya sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
2) Petugas bimbingan di sekolah dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian pendidikan, pengalaman, dan kemampuannya.
3) Petugas-petugas bimbingan harus mendapat kesempatan untuk memperkembangkan dirinya serta keahliannya melalui berbagai latihan penataran.
4) Petugas-petugas bimbingan hendaknya selalu mempergunakan informasi yang tersedia mengenai individu yang dibimbing beserta lingkungannya, sebagai bahan untuk membentuk individu yang bersangkutan kearah penyesuaian diri yang lebih baik.
5) Petugas-petugas bimbingan harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi tentang individu yang dibimbingnya.
6) Petugas-petugas bimbingan mempergunakan berbagai jenis metode dan teknik yang tepat dalam melakukan petugasnya.
7) Petugas-petugas bimbingan hendaknya memperhatikan dan mempergunakan hasil penelitian dalam bidang, seperti minat, kemampuan, dan hasil belajar individu untuk kepentingan perkembangan kurikulum sekolah yang bersangkutan.
c. Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan.
1) Bimbingan harus dilaksanakan secara kontinu.
2) Dalam pelaksanaan bimbingan harus tersedia kartu pribadi (cumulative record) bagi setiap individu.
3) Program bimbingan harus disusun sesuai dengan kebutuhan sekolah yang bersangkutan.
4) Pembagian waktu harus diatur untuk setiap petugas secara baik.
5) Bimbingan harus dilaksanakan dalam situasi individu dalam situasi kelompok, sesuai dengan masalah dan metode yang dipergunakan dalam memecahkan masalah tersebut.
6) Sekolah harus bekerja sama dengan lembaga-lembaga di luar sekolah yang menyelenggarakan pelayanan yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling pada umumnya.
7) Kepala sekolah memegang tanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan dan perencanaan program bimbingan. (Tidjan dkk, 2000: 15-17)

D. Pelaksanaan Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling di Sekolah Saat Ini
Di sekolah pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur karena sekolah memiliki kondisi dasar  yang  justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Para siswa yang sedang dalam tahap perkembangan memerlukan segala jenis layanan bimbingan dan konseling dalam segenap fungsinya.
Namun, harapan akan tumbuh kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah sering kali masih tetap harapan saja. Pelayanan bimbingan dan konseling secara resmi memang ada di sekolah, tetapi keberadaannya belum seperti dikehendaki. Dalam kaitan ini, Belkin (1975) menegaskan enam prinsip untuk menegakkan dan menumbuh kembangkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
1. Pertama, konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja yang jelas dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program tersebut. Konselor juga memberikan kesempatan kepada seluruh personal sekolah dan siswa untuk mengetahui program-program yang hendak dijalankan itu.
2. Kedua, konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal sekolah lainnya dan siswa. Dalam hal ini, konelor harus menonjolkan keprofesionalannya, tetapi tetap menghindari sikap elitis atau kesombongan atau keangkuhan profesional.
3. Ketiga, konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai konselor profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan nyata. Konselor harus juga mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan kepada orang-orang dengan siapa akan bekerja sama tentang tujuan yang hendak dicapai oleh konselor serta tanggung jawab yang terpikul di pundak konselor.
4. Keempat, konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswa yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus sekolah, yang mengalami permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan belajar, maupun siswa-siswa yang memiliki bakat istimewa, yang berpotensi rata-rata, yang pemalu dan menarik diri dari khalayak ramai, serta yang bersikap menarik perhatian atau mengambil muka guru, konselor dan personal sekolah lainnya.
5. Kelima, konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk membantu siswa-siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup parah dan siswa-siswa yang menderita gangguan emosional, khususnya melalui penerapan program-program kelompok, kegiatan pengajaran di sekolah dan kegiatan di luar sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
6. Keenam, konselor harus mampu bekerja sama secara efektif dengan kepala sekolah, memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, harapan, dan kecemasan-kecemasannya. Konselor memiliki kesempatan yang baik untuk menegakkan citra bimbingan dan konseling profesional apabila memiliki hubungan yang saling menghargai dan saling memperhatikan dengan kepala sekolah. (Sukmadinata, 2007: 29-30)
Prinsip-prinsip tersebut menegaskan bahwa penegakan dan penumbuhkembangan pelayan bimbingan dan konseling disekolah hanya mungkin dilakukan oleh konselor professional yang tahu dan mau bekerja, memiliki program nyata dan dapat dilaksanakan, sadar akan profesinya, dan mampu menerjemahkannya ke dalam program dan hubungan dengan sejawat dan personal sekolah lainnya, memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu siswa dengan segenap variasinya di sekolah, dan mampu bekerja sama, serta membina hubungan yang harmonis dinamis dengan kepala sekolah. Konselor yang demikian itu tidak akan muncul dengan sendiri, melainkan melalui pengembangan dan peneguhan sikap dan keterampilan serta wawasan dan pemahaman professional yang mantap.
Ada beberapa prinsip yang menjadi pegangan konselor dalam melaksanakan bimbingan dan konseling di sekolah, antara lain. Bimbingan dan konseling membantu peserta didik mengembangkan kemampuannya setinggi-tingginya untuk kepentingan dirinya dan kepentingan masyarakat. 
1. Bimbingan dan konseling memberikan layanan kepada semua siswa
2. Layanan bimbingan dan konseling diberikan secara kontinu.
3. Layanan bimbingan dan konseling diberikan dengan berpusat kepada siswa.
4. Layanan bimbingan dan konseling melayani semua kebutuhn peserta didik secara meluas.
5. Proses bimbingan dilaksanakan secara demokratis dan diarahkan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk mencari keputusan akhir oleh peserta didik sendiri.
6. Dalam bimbingan dan konseling peserta didik dibantu untuk mengembangkan kemampuan membimbing diri sendiri.
7. Kepribadian, keahlian, dan pengalaman konselor sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan pemberian layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa.
8. Faktor-faktor lingkungan siswa, baik lingkungan rumah, sekolah, maupun masyarakat hendaknya diperhatikan dalam membimbing siswa. 
9. Dalam proses bimbingan dan konseling, konselor hendaknya menggunakan teknik bimbingan dan konseling yang bervariasi
10. Pelaksanaan bimbingan dan konseling membutuhkan kerjasama yang erat dengan seluruh staf sekolah, orang tua, maupun lembaga-lembaga sekolah.
Holins dan Hollins (dalam Laksmi, 2003: 3-4) mengemukakan beberapa prinsip bimbingan yang disebutnya sebagai principles of guidance philosophy (prinsip-prinsip filsafat bimbingan), yaitu:
1. Penghargaan terhadap individu merupakan yang paling utama.
2. Tiap individu berbeda dari individu yang lainnya.
3. Perhatian pertama dari bimbingan adalah individu dalam konteks sosial.
4. Sikap dan persepsi pribadi dari individu merupakan dasar dari perbuatan individu.
5. Individu umumnya berbuat untuk memperkuat gambaran pribadinya.
6. Individu memiliki kemampuan bawaan untuk dan dapat dibantu dalam melakukan pilihan yang akan menuntunnya kepada pengarahan diri yang sejalan dengan penyempurnaan sosial.
7. Individu membutuhkan proses bimbingan sejak masa kanak-kanak sampai usia dewasa.
8. Tiap individu pada suatu saat membutuhkan bantuan yang bersifat informasi dan pribadi yang diberikan oleh ahli yang profesional.

E. Penerapan Asas dan Prinsip Bimbingan dan Konseling oleh Guru IPA dalam Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas
Sebagai seorang guru IPA yang baik, pemenuhan atas asas dan prinsip Bimbingan Konseling merupakan hal yang penting dan tidak boleh ditinggalkan. Apabila asas dan prinsip bimbingan dan konseling tidak dijalankan dengan baik, maka kegiatan belajar mengajar di kelas akan kurang optimal. Pemenuhan atas asas-asas itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan serta mengurangi keoptimalan pembelajaran. 
Penerapan dari asas-asas bimbingan konseling dalam kegiatan belajar mengajar di kelas antara lain:
1. Penerapan Asas Kerahasiaan
Guru IPA ikut menjaga kerahasiaan segenap data dan keterangan tentang konseli (peserta didik) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam pembelajaran IPA, data mengenai perilaku peserta didik, catatan mengenai latar belakang peserta didik, dan hal lain yang menunjang untuk diagnosis dalam layanan bimbingan dan konseling serta segenap data yang tidak layak diketahui orang lain cukup menjadi catatan bagi guru untuk lebih mengetahui karakter peserta didik dan menyiapkan pembelajaran yang sesuai untuknya.
2. Penerapan Asas Kesukarelaan
Sebagaimana asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik mengikuti pelayanan dan kegiatan yang diperlukan baginya, maka guru IPA dalam pembelajarannya pun juga perlu mengedepankan stimulus untuk peserta didik agar tercipta rasa suka dan rela dalam mengikuti pembelajaran dan menanamkan rasa butuh dan perlu terhadap keilmuan IPA bagi kehidupannya. Guru IPA sedapat mungkin mengkondisikan situasi belajar yang inovatif dan kreatif dalam setiap pertemuan.
3. Penerapan Asas Keterbukaan
Guru IPA menerapkan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Pengembangan karakter keterbukaan ini dapat dilakukan mengenai pelatihan pembuatan laporan praktikum dimana siswa dituntut untuk mengkomunikasikan hasil praktikum dan diskusi dalam kelompoknya dan memaparkannya di depan kelas.
4. Penerapan Asas Kegiatan
Dalam hal ini, guru IPA perlu mengkondisikan peserta didik untuk aktif dalam setiap kegiatan di kelas yang diperuntukkan baginya. Keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA dapat dilatih melalui metode-metode pembelajaran yang sekarang ini sedang berkembang, misalnya model cooperative jigsaw.
5. Penerapan Asas Kemandirian
Sesuai dengan asas ini, guru IPA hendaknya mampu mengarahkan kegiatan pembelajaran IPA yang memungkinkan berkembangnya kemandirian peserta didik, yaitu peserta didik sebagai sasaran pembelajaran diharapkan menjadi siswa yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri. Pelatihan mengenai karakter ini dapat dilakukan dengan pemberian tugas individu misalnya praktikum mandiri di rumah, kemudian secara individu pula mengumpulkan laporan tentang penelitian tersebut. 
6. Penerapan Asas Kekinian
IPA merupakan ilmu yang terus mengalami dinamika dan perkembangan, maka perlu menyajikan fenomena aktual untuk pembahasan tematik di kelas. Sesuai dengan asas kekinian, yang menghendaki agar objek sasaran pelayanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan peseta didik dalam kondisinya sekarang, maka pembelajaran IPA selain bertumpu pada kekinian fenomena juga pada kekinian peserta didik. Dua hal ini perlu menjadi perhatian karena peserta didik merupakan subjek didik yang mengalami perubahan dan tidak menentu kondisi psikisnya. Pelayanan yang berkenaan dengan masa depan atau kondisi masa lampau pun dilihat dampak dan/atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang diperbuat sekarang untuk dapat membantu peserta didik dalam mengoptimalkan pencapaian pembelajaran IPA yang baik.
7. Penerapan Asas Kedinamisan
Sebagai mana dalam bimbingan konseling menghendaki agar isi pelayanan terhadap sasaran pelayana yang sama kehendaknya selalu bergerak dan dinamis, maka seorang guru IPA juga perlu menerapkan sebuah pembelajaran yang selalu maju, tidak monoton, dan terus berkembang dengan menghadirkan metode-metode yang beragam dalam tiap pertemuan. Misalnya, pekan pertama siswa dilatih dengan eksperimen, pekan kedua dengan metode diskusi kelas, pekan ketiga dengan model jigsaw, dan pekan ke empat dengan metode team game tournament.
8. Penerapan Asas Keterpaduan
Guru IPA dalam pembelajarannya sedapat mungkin menciptakan situasi belajar yang saling menunjang, harmonis, dan terpadu. IPA sendiri yang merupakan ilmu yang terpadu mengandung keterkaitan dalam aspek biologi, fisika, dan kimia, mampu tersaji dalam konsep ilmu IPA. Sebagaimana konsep keterpaduan itu, pembelajaran IPA sebagai penunjang keberhasilan pelayanan BK juga perlu diterapkan oleh guru IPA menjadi pembelajaran yang harmonis dan terpadu, misalnya dengan lebih aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.
9. Penerapan Asas Keharmonisan
Sebagaimana bimbingan dan konseling menghendaki agar segenap pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma yang ada, maka dalam pembelajarannya seorang guru IPA mempunyai tanggung jawab dalam hal peningkatan kemampuan peserta didik memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai dan norma yang ada. Sebagai contoh, dalam prosedur ilmiah telah tertata urutan-urutan yang sistematis mengenai cara pembuktian maupun pemecahan masalah. Dalam hal ini, nilai-nilai yang diterapkan di dalamnya antara lain nilai kejujuran, kedisiplinan, kehati-hatian, saling membantu, dan kekompakan kelompok. Nilai-nilai tersebut dimasukkan sebagai pengembangan karakter peserta didik dalam pembelajaran IPA dan termasuk esensi dalam aspek penilaian seorang guru yaitu aspek afektif dan psikomotor.
10. Penerapan Asas Keahlian
Seorang guru IPA dalam pembelajarannya tentu tidak lepas dari unsur keprofesionalan. Dalam hal ini, seorang guru IPA hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang ilmu pengetahuan alam. Keprofesionalan guru IPA ini tercermin dari kemampuan menyampaikan materi pembelajaran yang dapat membimbing siswa menemukan konsep ilmu IPA pada setiap kajiannya.
11. Penerapan Asas Alih Tangan Kasus
Dalam pembelajaran IPA, apabila seorang guru IPA menemui permasalahan peserta didik (baik individu maupun kelompok), sebisa mungkin mendiagnosis permasalahan tersebut dan mencoba mencari solusi atas permasalahan itu. Jika dalam sebuah kasus ternyata disadari bahwa permasalahan tersebut tidak dapat secara intensif terselesaikan, maka wajib bagi seorang guru IPA untuk mengalihtangankan kasus tersebut kepada pihak yang benar-benar lebih mampu, dalam hal ini yaitu guru pembimbing BK. Alih tangan kasus ini tidak sepenuhnya berhenti di sini karena dalam penyelesaian masalah tersebut nantinya sangat dipengaruhi bagaimana peserta didik kemudian dikondisikan lagi dalam ruang pembelajaran yang lebih kondusif dan pengurangan terhadap beban psikisnya, sehingga mampu kembali berkonsentrasi dalam pembelajaran sebagaimana teman-teman sekelasnya.
12. Penerapan Asas Tut Wuri Handayani
Guru IPA perlu untuk menciptakan sebuah suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan, dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju. Pemanfaatan asas ini merupakan peluang bagi guru BK pula dalam menerapkan sistem pelayanan terhadap siswa berprestasi, maupun dalam pengembangan potensi siswa prestasinya yang di bawah rata-rata. Diharapkan pembelajaran IPA mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk maju, melalui metode belajar yang menekankan inquiry dan discovery, sehingga peran guru sebagai fasilitator pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. (Ade Sanjaya, 2011)
Selain menerapkan asas-asas dalam bimbingan dan konseling, prinsip-prinsip yang berkenaan dengan bimbingan dan konseling juga menjadi hal yang penting dalam pembelajaran IPA. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan seorang guru terhadap pribadi masing-masing peserta didik dalam pembelajarannya. Penerapan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling ini antara lain:
1. Seorang guru IPA hendaknya melayani semua peserta didik tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial ekonomi. Guru IPA juga harus memiliki kesadaran akan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis. Diharapkan dalam pembelajaran IPA di kelas memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu. Oleh karena itu, guru IPA harus mampu memberikan perhatian kepada perbedaan individual peserta didiknya. Penerapan prinsip ini dapat dilatihkan pada siswa dengan pemberian tugas mandiri berupa perancangan eksperimen, sehingga masing-masing individu dapat menunjukkan keunikannya masing-masing.
2. Seorang guru IPA hendaknya memperhatikan masalah-masalah yang berkenaan dengan kondisi mental maupun fisik individu atau kelompok subjek didik terhadap penyesuaian dirinya dalam masalah kesenjangan sosial, ekonomi, maupun kebudayaan. Seorang siswa sangat mungkin memiliki rasa kurang percaya diri maupun masalah keterisoliran dalam kelompoknya karena suatu kesenjangan. Dalam pembelajaran IPA, guru perlu menciptakan situasi belajar yang mendorong leburnya perbedaan dan kesenjangan antarindividu peserta didik. Metode belajar yang menerapkan sistem cooperative learning penting untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan kekompakan, kepedulian, rasa kekeluargaan, dan saling membantu antarpeserta didik, sehingga pelaksanaan pembelajaran IPA dapat optimal dan memiliki daya dukung berupa keharmonisan hubungan sosial dalam suatu kelas.
3. Pembelajaran IPA perlu diselaraskan dan dipadukan dengan program bimbingan dan konseling dalam hal pengembangan peserta didik. Pembelajaran IPA juga harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan tujuan (kurikulum) tingkat satuan pendidikan serta disusun secara berkelanjutan, teratur, dan terarah. Sebagai sorang guru IPA, penting memperhatikan prinsip pertimbangan akan adanya tahap perkembangan individu, sehingga dalam menyiapkan metode pembelajarannya dapat tersaji sesuai dengan kondisi peserta didik. Selain itu, perlu pula mengadakan penilaian hasil belajar.
Dalam kegiatan belajar mengajar IPA di kelas, guru harus mampu mengarahkan untuk pengembangan peserta didik yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahan. Dalam proses pengambilan keputusan yang diambil dan akan dilaksanakan oleh peserta didik hendaknya atas kemampuan peserta didik itu sendiri bukan karena kemauan atau desakan dari guru IPA atau guru pembimbing. Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu, kerjasama antara guru IPA, guru pembimbing, guru lain, dan orang tua yang akan menentukan keoptimalan hasil belajar. (Putu Sutrisna, 2010 ) 


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling, sedangkan prinsip bimbingan dan konseling merupakan hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling. 
2. Asas-asas Bimbingan dan Konseling, antara lain:

a. Asas Kerahasiaan
b. Asas Kesukarelaan
c. Asas Keterbukaan
d. Asas Kekinian
e. Asas Kemandirian 
f. Asas Kegiatan
g. Asas Kedinamisan
h. Asas Keterpaduan
i. Asas Kenormatifan
j. Asas Keahlian
k. Asas Alih Tangan
l. Asas Tut Wuri Handayani

3. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling, antara lain:
a. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan.
b. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu.
c. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan.
4. Pelaksanaan asas dan prinsip Bimbingan dan Konseling di sekolah saat ini, yaitu penegakan dan penumbuhkembangan pelayan bimbingan dan konseling disekolah hanya mungkin dilakukan oleh konselor professional yang tahu dan mau bekerja, memiliki program nyata dan dapat dilaksanakan, sadar akan profesinya, dan mampu menerjemahkannya ke dalam program dan hubungan dengan sejawat dan personal sekolah lainnya, memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu siswa dengan segenap variasinya di sekolah, dan mampu bekerja sama, serta membina hubungan yang harmonis dinamis dengan kepala sekolah.
5. Penerapan asas dan prinsip Bimbingan dan Konseling oleh guru IPA dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, yaitu apabila asas dan prinsip bimbingan dan konseling tidak dijalankan dengan baik, maka kegiatan belajar mengajar di kelas akan kurang optimal. Pemenuhan atas asas-asas dan prinsip-prinsip itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan serta mengurangi keoptimalan pembelajaran. 

B. Saran
Bimbingan dan konseling baik sebagai konsep maupun proses merupakan bagian integral dari program pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling haruslah dirancang untuk melayani semua siswa, bukan hanya siswa yang bermasalah atau siswa yang berbakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Asas dan Prinsip. Diakses pada tanggal 24 November 2011 dari, http://www.artikata.com/arti-319710-asas.html.

Priyatno dan Erman Anti. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud.

 . 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Sanjaya, Ade. 2011. Prinsip dan Asas Bimbingan Konseling. Diakses pada tanggal 26 November 2011 dari, http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/prinsip-dan-asas-bimbingan-konseling.html.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung : Maestro.

Sutrisna, Putu. 2010. Fungsi Bimbingan dan Konseling. Diakses pada tanggal 26 November 2011 dari, http://putusutrisna.blogspot.com/2010/11/fungsi-bimbingan-dan-konseling.html.

Tidjan, dkk. 2000. Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah. Yogyakarta: UNY Press.

No comments:

Post a Comment